Search

Industrialisasi NTB Gemilang: Potensi Produk Pengolahan, Masa Depan NTB untuk Indonesia - telusur

"Syarat industrialisasi ini, harus menghapus program klaster Minapolitan yang melahirkan kebijakan: Model Disparitas antar Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok. Susun program baru GEMILANG (Gerakan Menuju Industrialisasi Laut Yang Gemilang) pada dua tahapan yakni: sustainability dan produksi."

Penulis: Rusdianto Samawa, Front Nelayan Indonesia (FNI), Menulis dari Pulau Bajo Zona Rumput Laut Desa Bajo, Kec. Kowangko Kab. Dompu - NTB

NTB itu terdiri dari dua pulau yakni Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok. Perlu dijelaskan potensi kelautan dan perikanan kedua pulau ini. Selama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB periode lalu, minus kerja-kerja penataan terhadap sektor kelautan dan perikanan NTB.

Mengapa? karena pengembangan dan pembangunan sektor kelautan dan perikanan berdasarkan: "Model Disparitas."  Beberapa hal pertimbangan argumentasi, yakni: pertama, tidak berbasis riset pada potensi antar kedua pulau NTB. Banyak hal yang ditinggalkan dari hasil riset dari berbagai kampus, akademisi, pengamat dan ahli atas kedua pulau tersebut. Tentu, pembedaan potensinya sangat jauh.

Misalnya, minapolitan pulau Lombok yang ditetapkan bagian dari: wilayah perikanan tangkap untuk pelagis besar maupun kecil. Tetapi, mayoritas UPI besar kelas internasional ada di Pulau Sumbawa. Mestinya, perikanan tangkap di dekatkan pada pusat pengolahan. Namun, diperjalanan tidak konsisten. Begitu juga beberapa waktu lalu, ketika ada program kementerian tentang zona ekonomi rumput laut, maka itu dibawa ke Lombok Timur sebagai penghasil rumput laut. Mestinya dibawa ke Pulau Sumbawa yang memiliki penghasilan terbesar dan sudah tersentralisasi rumput lautnya.

Begitu juga program budidaya ikan, semestinya dibawa ke Pulau Sumbawa. Namun dipusatkan di Pulau Lombok, dan semua meraup keuntungan. Padahal, menurut berbagai riset para ahli, akademisi dari IPB (cek: hasil riset Prof. Dr. Ari Purbayanto bersama team) yang melakukan penelitian dan riset secara berkala sejak 1997 hingga sekarang ini, Pulau Sumbawa, terutama Teluk Saleh sangat cocok untuk budidaya Lobster, Kepiting, Rumput Laut, dan Ikan.

Kedua, Zona industrialisasi kelautan dan perikanan, mestinya ditetapkan di Pulau Sumbawa. Karena pertimbangannya, pendapatan nelayan dan pasokan distribusi bahan baku sangat cukup. Sala satu harapan untuk menjadi andalan yakni PT. Bali Seafood Internasional sebagai rantai ekspor hasil produksi manufakturnya.

Selain itu, pengembangan industri pengolahan untuk produk-produk kelautan dan perikanan di NTB ini, bisa dikatakan tidak tertata dengan baik. Padahal menjadi salah satu kebijakan penting. Diantaranya, klaster Minapolitan perikanan tangkap lepas pantai yang berpusat di Teluk Awang dijadikan pusat industri pengolahan ikan, sekaligus pelabuhan ekspor ikan dari NTB. Padahal mayoritas UPI berada di Pulau Sumbawa. Inilah yang kita kritik sebagai bagian dari "Model Disparitas."

Namun, perusahaan binaan Amerika Serikat (AS) ini tidak sesuai ekspektasi yang di inginkan. Malah, stok bahan baku mereka hanya 20% dari masyarakat nelayan sekitar Sumbawa. Kebanyakan pasokan bahan baku di ambil dari daerah lain (domestik), atau di Impor. Makanya, sejak tak ada impor. Cuma sekitar 5 tahun belakangan ini ada impor masuk NTB, termasuk impor ikan untuk bahan baku PT. Bali Seafood Internasional itu.

Mestinya, kelompok para nelayan tangkap Pulau Sumbawa bisa membangun kerjasama yang baik dengan PT. Bali Seafood Internasional itu. Supaya tidak ada impor ikan dari wilayah domestik lain dan luar negeri. Kerjasama ini penting dilakukan kelompok nelayan agar kembali bisa mendapatkan kesempatan dalam berbagai usaha diatribusi hasil tangkapannya.

Meskipun dalam pencapaian jumlah produk olahan perikanan Unit Pengolahan Ikan (UPI) PT. Bali Seafood Internasional belum terlihat secara baik dan maksimal, karena keterbatasan laporan. Tetapi dalam proses produksi sudah pasti menemui berbagai permasalahan, diantaranya: ketersediaan bahan baku yang tidak dapat diperkirakan karena dipengaruhi oleh cuaca, musim, sumber daya ikan dan impor bahan baku ikan. Apalagi sekarang Covid-19. Tentu memiliki resiko yang sangat berat.

Pemprov NTB harus merevisi peta jalan (roadmap) yang membagi pada tiga klaster pengembangan industri perikanan. Pengelompokan ini tidak produktif dan terkesan sentimentasi wilayah. Pengembangan metode industrialisasi model klaster seperti ini menimbulkan disparitas kebijakan yang berpotensi meninggalkan pertumbuhan daerah lainnya.

Karena sistem klaster didasari pada pendekatan kewilayahan, yakni minapolitan Lombok dengan lokomotif industri perikanan tangkap lepas pantai berpusat di Teluk Awang, Kabupaten Lombok Tengah. Klaster minapolitan Sumbawa dengan lokomotif perikanan berkelanjutan di Teluk Saleh dan minapolitan Bima dengan lokomotif industri garam. Pemerintah Provinsi NTB, sudah harus merubah roadmap ini. Karena konsep Minapolitan termasuk metode pengelolaan yang sudah usang dan tertinggal.

Nah kedepan, agenda Industrialisasi NTB Gemilang ini, harus memiliki standar praktek karena itu sangat penting sekali. Mengingat persaingan global, dibutuhkan perencanaan yang baik agar NTB bisa berkontribusi lebih besar lagi untuk Indonesia sehingga dapat berperan sebagai pelaku. Tentu membangun sektor Kelautan dan Perikanan NTB tidak seperti membalik telapak tangan yang hanya sekejap. Karena industrialisasi mensyaratkan kreativitas dan inovasi yang tinggi dari para pelaku ekonomi. Keberanian pemerintah Provinsi NTB memikirkan hal-hal yang jangka panjang seperti ini patut didukung dan diapresiasi.

Jelas, pemerintah juga harus memikirkan pembentukan Unit Pengolahan Ikan (UPI) lainnya diberbagai Kabupaten / Kota sehingga ada terbangun hubungan ekonomi, industri dan nelayan itu sendiri. Selain itu, perlu juga memperhatikan proses penerapan jaminan mutu yang masih belum optimal, sarana dan prasarana pengolahan masih terbatas, khususnya di Unit Pengolahan Ikan (UPI) skala UKM yang masih perintisan sehingga mempunyai keunggulan kompetitif.

Dengan demikian, pengembangan Unit Pengolahan Ikan (UPI) ini dapat menghasilkan manufaktur perikanan dalam setiap bentuk produk pangan berupa ikan kaleng utuh, olahan siap saji, maupun hasil produk yang diolah berbahan baku utama ikan. Berdasarkan cara atau metode pengolahannya jenis pengolahan ikan dapat dikelompokkan menjadi 10 jenis, yaitu: pengolahan ikan segar, pengalengan, pembekuan, penggaraman / pengeringan, pemindangan, pengasapan, fermentasi, pereduksian, surimi, dan pengolahan lainnya.

Mengamati potensi perikanan tangkap, Provinsi kepulauan Nusa Tenggara Barat memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup besar. Dengan luas perairan laut sebesar 29.159,04 km2 (59,13 %) yang lebih luas dari wilayah daratannya yang sebesar 20.153,15 km2 (40,87 %).

Provinsi NTB mempunyai ekosistem perairan yang terbilang lengkap seperti perairan laut pelagis, laut demersal, ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang kaya akan terumbu karang, padang lamun, mangrove hingga perairan umum seperti waduk, danau, sungai dan embung yang berlimpah sumberdaya perikanan dan kelautan.

Karenanya, Provinsi NTB dapat dikembangkan kegiatan perikanan tangkap diperairan umum; perikanan budidaya laut, air payau dan air tawar, pengolahan produk hasil perikanan dan kelautan, tambak garam, konservasi dan wisata bahari, hingga pemanfaatan sumberdaya laut dalam sebagai bahan baku kosmetik, obat-obatan maupun industri.

Selain itu, arah pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi NTB berfokus pada industrialisasi melalui penangkapan ikan, budidaya perikanan, dan industri garam yang juga diharapkan dapat berimplikasi pada penurunan angka kemiskinan di Provinsi NTB.

Berdasarkan data yang diperoleh dari koran Suara NTB (2020) bahwa: potensi produksi hasil perikanan NTB, seperti: budidaya rumput laut pada tahun 2018 masih dominan, sebanyak 850.236 ton. Kemudian budidaya tambak sebanyak 172.304 ton, budidaya keramba sebanyak 2.443 ton, dan produksi Keramba Jaring Apung (KJA) sebanyak 2.360 ton. Terdapat pula, produksi budidaya ikan disawah sejumlah 1668 ton, dan produksi budidaya laut sejumlah 685 ton. Sementara produksi perikanan tangkap ikan hingga Juli 2019, tercatat 700 ton.

Dari data tersebut, dapat diartikan bahwa kegiatan usaha pengolahan hasil perikanan NTB di dominasi oleh kegiatan usaha yang di laksanakan oleh skala usaha UMKM. Saat ini, pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus diarahkan pada kebijakan hilirisasi industri yang bertujuan agar dapat mencegah ketergantungan kebutuhan konsumsi pada daerah lain.

Hilirisasi dimaksudkan agar dapat meningkatkan nilai tambah produk perikanan. Produk perikanan NTB harus menjadi tuan di daerah sendiri agar dapat menjadi pondasi yang kuat untuk masuk dan berkembang dipasar regional maupun global. Oleh sebab itu, industri pengolahan harus dikembangkan semaksimal mungkin untuk menghasilkan produk perikanan yang dapat diterima konsumen baik di dalam maupun di luar negeri.

Ind‎ustrialisasi perikanan bertujuan: meningkatkan taraf ekonomi daerah dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sehingga bisa menyumbang kesejahteraan pada masyarakat. Kontribusi sektor perikanan NTB terhitung lumayan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Tentu, harus terus di maksimalkan sehingga menciptakan nilai tambah dari sumber daya perikanan.

Seluruh Provinsi NTB sendiri, sangat banyak industri olahan baik skala mikro, kecil, menengah maupun besar. Definisi skala industri dapat dilihat dari 3 sudut pandang yakni: aset, omset dan jumlah tenaga kerja. Meskipun banyak industri pengolahan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun yang perlu diamati dan disupport dalam pengembangannya yakni UKM dan IKM yang rentan menghadapi berbagai masalah seperti terbatasnya modal kerja, kapasitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi.

Provinsi NTB memiliki peran strategis sebagai penghasil produk perikanan dan sekaligus menjadi pasar produk olahan perikanan. Pengembangan Industri pengolahan, diyakini mampu memberi nilai tambah ekonomi bagi para nelayan dan NTB secara keseluruhan. Sesungguhnya NTB mengalami pelonjakan pada penangkapan ikan, kepiting, Lobster, Rajungan dan budidaya Rumput Laut. Namun, mengalami penurunan pada proses pengelolaan dan produksi. Dampaknya, NTB hanya ekspor ikan mentah, bukan olahan.

Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah Provinsi NTB untuk mendorong nilai tambah produk perikanan melalui industrialisasi. Modelnya dirubah, dari industri konvensional ke industri berbasis UKM, IKM dengan bahan baku lokal. Sekarang saja, faktanya industri pengolahan konvensional tidak ada pertumbuhan, mengalami stagnan. Karena mereka kecenderungan merusak dan pencemaran lingkungan.

Industrialisasi perikanan NTB akan membuka lapangan kerja baru untuk generasi: sarjana, pekerja rumah tangga, petani dan pembudidaya. Sehingga terjadi serapan tenaga kerja. Apalagi, Covid-19 membuat tenaga kerja sektor primer 80% mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga membutuhkan peran sektor industri perikanan untuk menyerapnya.

Pemprov NTB harus terus membangun komunikasi dan kemitraan dengan para pelaku usaha, ekonomi dan bisnis, sehingga para eksportir tertarik untuk menempatkan usahanya di Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok. Kunci mewujudkan masyarakat NTB yang sejahtera dan mandiri adalah terbangunnya industri pengolahan pada sektor-sektor produksi masyarakat. Tidak terkecuali industri rumahan (home industri) atas berbagai produk kelautan dan perikanan di NTB. Kami akan terus memperkuat kebijakan untuk mengembangkan sektor kelautan dan perikanan ini, guna meningkatkan kesejahteraan para nelayan.

Menurut Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, saat mengunjungi Balai Benih Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan, kepada awak media (28/04/2020) katakan industrialisasi dibidang perikanan harus dikembangkan, mengingat potensi yang besar dan tingkat konsumsi ikan yang semakin tinggi di NTB sehingga membutuhkan industri pengolahan yang meliputi pembibitan, pembesaran hingga produksi pakan ikan.

Menurutnya, industri di bidang perikanan dapat dimulai dari tingkat BUMDes dan IKM sehingga proses industrialisasi dikerjakan oleh masyarakat sekitar sehingga terberdayakan sehingga dapat memproduksi pakan ikan dan lainnya. Prospek industrialisasi perikanan ini sangat tinggi. Potensi NTB sangat banyak, baik di darat maupun di laut, untuk budidaya maupun perikanan tangkap.

Tentu masih banyak lagi inovasi-inovasi yang bisa dihasilkan dan memerlukan spirit kebersamaan sehingga bisa menemukan inovasi yang aplikatif, murah, dan ramah lingkungan. Mindset pemerintah dan masyarakat harus mulai digeser ke arah kolaborasi yang berorientasi pada inovasi yang layak secara finansial. Inovasi sangat dibutuhkan oleh ketersediaan sumner daya lokalitas sehingga peran masyarakat menjadi sentral karena lebih tahu situasi lokal. Sekali lagi, ini kerja mikro jangka panjang, yang suatu saat akan punya dampak makro yang signifikan.

Industrialisasi kelautan dan perikanan NTB harus terintegrasi pada sistem produksi hulu dan hilir agar dapat meningkatkan skala kualitas produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip: pertama, peningkatan nilai tambah dan daya saing.

Kedua, penguatan pelaku industri kelautan dan perikanan berbasis komoditas, wilayah, dan sistem manajemen kawasan dengan konsentrasi pada komoditas unggulan. Ketiga, modernisasi sistem produksi hulu dan hilir sehingga terdapat kesimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan lingkungan yang berkelanjutan; dan Keempat, perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat modern (transformasi sosial).

Mendorong kenaikan produksi perikanan tangkap dan budidaya di NTB harus secara terus menerus dilakukan sehingga berdampak terhadap produksi Unit Pengolahan Ikan (UPI) agar terjadi lonjakan ekspor komoditas perikanan. Karena dari sisi produksi, NTB termasuk memiliki potensi sumberdaya yang bagus, seperti keramba, kepiting, ikan yang terdelivery secara domestik.

Pemerintah daerah Provinsi NTB juga harus mengkompilasi metode pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan 4 pilar, yaitu pro-poor, pro-job, pro-growth, dan pro-environment. Sehingga terdapat kemampuan memacu pertumbuhan produksi perikanan NTB yang sangat tergantung pada daya saing sektor-sektor ekonomi, industri dan bisnis. Nilai strategis setiap sektor menjadi pendorong utamanya.

Kebijakan industrialisasi perikanan NTB sudah saatnya fokus perhatian sehingga kedepan, kebijakan strategis dalam menggerakkan seluruh potensi perikanan tangkap dan budidaya sebagai industri hulu dan pengolahan hasil produk kelautan dan perikanan sebagai industri hilir.

Karena itu, mendorong pemerintah Provinsi NTB untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dukungan, khususnya di Pulau Sumbawa, agar lebih banyak investor kelautan dan perikanan masuk ke Pulau Sumbawa dan pada akhirnya mengoptimalkan produksi perikanan dan peningkatan ekomomi. Industri kemaritiman, kelautan dan perikanan harus menjadi tulang punggung ekonomi Nusa Tenggara Barat (NTB) ke depan.

Maka, NTB butuh keunggulan komparatif dan kompetitif untuk melihat potensi ekonomi dari produksi sektoral yang dihasilkan sehingga pengembangan industri pengolahan disektor kelautan dan perikanan menjadi salah satu prioritas dalam program unggulan NTB Gemilang dibidang ekonomi, sebab NTB memiliki potensi dan produksi kelautan dan perikanan yang cukup besar.[]

Let's block ads! (Why?)



"pengolahan" - Google Berita
April 29, 2020 at 10:21AM
https://ift.tt/2VJF2cW

Industrialisasi NTB Gemilang: Potensi Produk Pengolahan, Masa Depan NTB untuk Indonesia - telusur
"pengolahan" - Google Berita
https://ift.tt/2SYq29Y
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Industrialisasi NTB Gemilang: Potensi Produk Pengolahan, Masa Depan NTB untuk Indonesia - telusur"

Post a Comment

Powered by Blogger.